Pulang


Di dalam kamar gelap ini aku tak mengenal matahari, bulan, atau arloji. Tetapi kegelapan yang mengepung ruangan ini penuh dengan aroma bahan kimia dan rasa cemas.

Sudah tiga tahun Kantor Berita Nusantara, tempatku bekerja, dibersihkan dari kutu dan debu seperti kami. Tentara adalah disinfektan. Kami, kutu dan debu yang harus dibersihkan dari muka bumi. Tanpa bekas. Kini sang kutu mencari nafkah di Tjahaja Foto di pojok Jalan Sabang.

Aku menyalakan lampu merah untuk mengecek beberapa film yang tengah digantung. Mungkin ini sudah jam enam, karena aku bisa mendengar sayup suara adzan Magrib yang menyelip melalui kisi pintu. Aku membayangkan suasana sepanjang Jalan Sabang, suara bemo yang cerewet, opelet yang bergerak dengan malas, derit becak dan kelenengan sepeda yang simpang-siur menyeberang, serta penjual roti yang menyerukan dagangannya.
Aku bahkan bisa membayangkan betapa angin meniupkan aroma sate kambing yang dibakar Pak Heri di pojok Jalan Sabang dan Asem Lama. Aku bisa membayangkan dia tengah mengulek kacang tanah lalu mencampurnya dengan kecap manis dan irisan bawang merah.
Dan aku masih ingat betapa sahabatku, Dimas Suryo, akan mempelajari dan membahas bumbu kacang tanah Pak Heri dengan intens sama seperti dia membicarakan bait-bait puisi Rivai Apin.

Download filenya dibawah ini :


Komentar